Bagian 2 dari tulisan-tulisan terkait mengenai penduduk, khususnya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi dapat dilihat disini
Prospek Mobilitas Penduduk di Era Otonomi Daerah
Di samping jumlah penduduknya yang besar, karakteristik penduduk Indonesia yang kurang menguntungkan adalah persebarannya yang tidak merata. Sekitar 60% penduduk Indonesia mengelompok di Pulau Jawa dan Madura yang luasnya hanya 6,9% dari luas seluruh daratan Indonesia.
Ketimpangan persebaran penduduk di Indonesia erat kaitannya dengan kebijaksanaan Pemerintah Belanda di Indonesia pada abad ke-l9. Mereka mempersiapkan Indonesia sebagai penghasil bahan mentah untuk industri-industri yang berada di Eropa, terutama di negeri Belanda.
Baca Selanjutnya
Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan
Kerangka dasar “Visi Indonesia 2030” yang secara resmi disampaikan oleh Yayasan Indonesia Forum (YIF) di Istana Negara pada tanggal 22 Maret 2007, awalnya digagas dalam Kongres XVI Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (Manado, Juli 2006). Gagasan ini kemudian berkembang ketika United Bank of Switzerland (UBS), Januari 2007 menerbitkan laporannya dengan judul “Essential 2007″. Di dalam laporan tersebut dinyatakan pada tahun 2025, Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi nomor tujuh terbesar setelah Cina, Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Jepang dan Brasilia. Selanjutnya, pada tahun 2050 (20 tahun kemudian) kekuatan ekonomi akan bergeser dan menempatkan Indonesia menjadi lima besar dunia, setelah China, India, Amerika Serikat, Uni Eropa. Pada urutan keenam dan ketujuh adalah Jepang dan Brazilia.
Baca Selanjutnya
Mobilitas Penduduk dan Remitan
Dalam teori ekonomi neoklasik, mobilitas penduduk di- pandang sebagai mobilitas geografis tenaga kerja, yang me- rupakan respon terhadap ketidakseimbangan distribusi ke- ruangan lahan, tenaga kerja, kapital dan sumberdaya alam. Ketidakseimbangan lokasi geografis faktor produksi tersebut pada gilirannya mempengaruhi arah dan volume migrasi.
Tenaga kerja akan pindah dari tempat dengan kapital langka dan tenaga kerja banyak (karenanya upah rendah) ke tempat dengan kapital banyak dan tenaga kerja langka (karena¬nya upah tinggi). Oleh karenanya migrasi dapat dipandang sebagai suatu proses yang membantu pemerataan pembangunan yang bekerja dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan hasil faktor produksi antar daerah.
Baca Selanjutnya
Prospek Mobilitas Penduduk di Era Otonomi Daerah
Di samping jumlah penduduknya yang besar, karakteristik penduduk Indonesia yang kurang menguntungkan adalah persebarannya yang tidak merata. Sekitar 60% penduduk Indonesia mengelompok di Pulau Jawa dan Madura yang luasnya hanya 6,9% dari luas seluruh daratan Indonesia.
Ketimpangan persebaran penduduk di Indonesia erat kaitannya dengan kebijaksanaan Pemerintah Belanda di Indonesia pada abad ke-l9. Mereka mempersiapkan Indonesia sebagai penghasil bahan mentah untuk industri-industri yang berada di Eropa, terutama di negeri Belanda.
Baca Selanjutnya
Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan
Kerangka dasar “Visi Indonesia 2030” yang secara resmi disampaikan oleh Yayasan Indonesia Forum (YIF) di Istana Negara pada tanggal 22 Maret 2007, awalnya digagas dalam Kongres XVI Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (Manado, Juli 2006). Gagasan ini kemudian berkembang ketika United Bank of Switzerland (UBS), Januari 2007 menerbitkan laporannya dengan judul “Essential 2007″. Di dalam laporan tersebut dinyatakan pada tahun 2025, Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi nomor tujuh terbesar setelah Cina, Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Jepang dan Brasilia. Selanjutnya, pada tahun 2050 (20 tahun kemudian) kekuatan ekonomi akan bergeser dan menempatkan Indonesia menjadi lima besar dunia, setelah China, India, Amerika Serikat, Uni Eropa. Pada urutan keenam dan ketujuh adalah Jepang dan Brazilia.
Baca Selanjutnya
Mobilitas Penduduk dan Remitan
Dalam teori ekonomi neoklasik, mobilitas penduduk di- pandang sebagai mobilitas geografis tenaga kerja, yang me- rupakan respon terhadap ketidakseimbangan distribusi ke- ruangan lahan, tenaga kerja, kapital dan sumberdaya alam. Ketidakseimbangan lokasi geografis faktor produksi tersebut pada gilirannya mempengaruhi arah dan volume migrasi.
Tenaga kerja akan pindah dari tempat dengan kapital langka dan tenaga kerja banyak (karenanya upah rendah) ke tempat dengan kapital banyak dan tenaga kerja langka (karena¬nya upah tinggi). Oleh karenanya migrasi dapat dipandang sebagai suatu proses yang membantu pemerataan pembangunan yang bekerja dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan hasil faktor produksi antar daerah.
Baca Selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar